Mengenang 30 Hari Digusur PKL Gelar Renungan

Sabtu, Desember 01, 2007

BANDAR LAMPUNG (Lampost): Aliansi Rakyat Tolak Penggusuran (Arak Topeng) menggelar malam renungan mengenang 30 hari pascapenggusuran pedagang kaki lima (PKL) di Pasar Bambu Kuning, Bandar Lampung, Jumat (30-11).


Malam renungan itu diisi aksi teaterikal, puisi, pemutaran film, dan pidato politik itu diikuti 200-an PKL tergusur.

Arak Topeng merupakan gabungan dari pedagang kaki lima (PKL) Lampung dan beberapa lembaga nonpemerintah antara lain Forum Komunikasi Masyarakat Gunung Sari Bersatu, Barisan Pemuda Indonesia Lampung, Konsorsium Pembaharuan Agraria Lampung, Aliansi Gerakan Reforma Agraria Lampung, Lembaga Advokasi Anak, Lembaga Advokasi Perempuan Damar, Aliansi Buruh Menguat Lampung, Komite Anti-Korupsi Lampung, dan Serikat Petani Lampung.

Malam renungan mengenang 30 hari penggusuran ini mengingatkan persoalan PKL di Bandar Lampung yang hingga kini tidak ada penyelesaian. Hal ini juga digambarkan aksi teaterikal dari Teater Satu yang memperlihatkan drama penggusuran PKL satu bulan lalu.

Aksi yang dibawakan apik para pelajar di Bandar Lampung tersebut mampu menyedot perhatian hadirin. Peristiwa penggusuran yang mengakibatkan hilangnya mata pencarian ratusan PKL akibat kebijakan penguasa digambarkan melalui seorang anak yang mencari ibunya pascapenggusuran.

Melalui aksi ini, perwakilan Arak Topeng, Muhammad Fadilla meminta Pemerintah Kota Bandar Lampung memberikan jaminan yang layak bagi PKL. Arak Topeng juga menolak penggusuran tanpa ada solusi yang tepat.

Seta meminta seluruh elemen masyarakat untuk bersama-sama menolak segala bentuk kebijakan Pemerintah Kota yang mengarah pada proses kemiskinan.

Dalam pidatonya, Agus Pranata Siregar, mengatakan penggusuran PKL pada tanggal 30 Oktober lalu, dimaksudkan Pemerintah Kota akan meraih penghargaan Adipura, tapi hal itu tidaklah mampu mengatasi kemiskinan akibat hilangnya mata pencaharian PKL akibat penggusuran. "Apalah gunanya penghargaan Adipura jika tidak bisa menyejahterakan masyarakatnya," ujar Agus.

Penggusuran yang dilakukan Pemerintah Kota Bandar Lampung hanyalah mempersolek diri, tanpa menelaah kebutuhan masyarakatnya. Ini menjadi pelanggaran hak asasi manusia yang tidak berperikemanusiaan.

Selain aksi teaterikal, malam renungan pascapenggusuran PKL juga diisi musikalisasi puisi dan pembacaan puisi. Acara juga diisi pemutaran film berbagai aksi yang dilakukan PKL pascapenggusuran.

Perjuangan yang dilakukan PKL untuk mendapatkan jaminan layak dari pemerintah. Acara berlangsung sekitar tiga jam, sejak pukul 19.30 tersebut ditutup dengan renungan dan doa bersama yang dipimpin Ustaz Ahmad Jajuli.

Sumber : Lampung Post

Selengkapnya......

PKL Gelar Istigasah

Selasa, November 27, 2007

BANDAR LAMPUNG (Lampost): Sekitar seratusan pedagang kaki lima (PKL) Bambu Kuning kembali menggelar istigasah sekitar pukul 09.00, Senin (26-11). Para PKL tetap menuntut dan memperjuangkan hak-hak mereka dalam bentuk berdoa bersama.


Namun, istigasah kali ini tidak digelar di depan rumah dinas Wali Kota Bandar Lampung, seperti yang dilakukan Selasa (20-11) lalu. Mereka yang tergabung dalam Aliansi Rakyat Tolak Penggusuran (Arak Topeng) ini melakukannya di tepi Jalan Pisang, Pasar Pasir Gintung.

Istigasah yang berlangsung selama kurang lebih 1,5 jam berlangsung aman dan tertib dan dikawal aparat kepolisian. Istigasah kali ini, selain mendapat perhatian pengendara juga mendapat perhatian PKL lain yang simpati dengan nasib PKL eks Bambu Kuning.

"Kami akan terus melakukan istigasah meminta agar Pemkot dapat memperhatikan nasib kami. Dan, kami akan melakukan kegiatan ini selama 40 kali," kata Koordinaor Arak Topeng, Agus Pranata Siregar, kemarin. Istigasah dimulai pukul 09.15. Dua orang petugas satlantas telah berada di lokasi setengah jam sebelum istigasah berlangsung. Arus lalu lintas di Jalan Imam Bonjol--Jalan Pisang sempat macet saat PKL mulai mempersiapkan doa bersama itu.

Doa bersama yang dipimpin Ustaz Wanda berlangsung haru. Di mana, terlihat beberapa ibu-ibu yang meneteskan air matanya. Setengah jam berlalu, doa dipanjatkan para PKL yang mengharapkan pihak Pemkot membuka pintu hatinya.

"Semoga Allah menolong kami membuka pintu hati Wali Kota agar memberikan tempat baru bagi kami," kata Eti, salah satu PKL.

Selesai berdoa, Arak Topeng melanjutkannya dengan orasi yang dipimpin Agus Pranata Siregar. "Wali Kota mementingkan meraih Adipura daripada PKL. Bahkan, kami dijadikan korban untuk meraih Piala Adipura. Kami dibiarkan terkatung-katung tidak bisa berdagang kembali," kata Agus.

Agus menjelaskan berdasarkan Perda No. 4 Tahun 2004, Pasal 36, menyatakan hak memperoleh penggantian yang layak atas kerugian terhadap perubahan status semula yang dimiliki oleh masyarakat akibat pelaksanaan rencana tata ruang wilayah Bandar Lampung diselenggarakan dengan cara musyawarah antara pihak yang berkepentingan.

Pihaknya menginginkan Pemkot untuk duduk bersama-sama dengan mereka membicarakan jalan tengah relokasi PKL. "Tapi, apa yang kami alami. Kami dibiarkan menanggung nasib usai penggusuran. Apa ini yang dinamakan mensejahterakan rakyat," kata dia.
Sebuah spanduk merah kembali dibentangkan berisi beberapa dampak hasil penertiban PKL diantaranya pengangguran, gizi buruk, kelaparan, anak putus sekolah, dan kemiskinan.
Wali Kota Bandar Lampung Eddy Sutrisno menegaskan kalau penertiban PKL bukan untuk meraih Piala Adipura, melainkan kondisi kota yang memang sudah harus dilakukan pembenahan.

"Jadi saya mengharapkan PKL untuk dapat pindah ke lokasi yang sudah kami berikan. Tujuannya, bukan untuk memiskinkan PKL, tapi justru memberikan PKL tempat yang lebih aman, nyaman, dan layak," kata Eddy.

Terkait dengan penataan PKL Pasar Pasir Gintung, Eddy mengatakan sudah meminta Tim Penertiban untuk tidak bekerja sendiri-sendiri. Artinya, harus ada pembenahan tempat penampungan sebelum PKL ditertibkan. "Soal kondisi lantai II Pasar Pasir Gintung, saya sudah meminta tim melakukan pembenahan. Jangan sampai, PKL dipindahkan tempat pindah belum disiapkan," kata dia.

Sumber : Lampung Post

Selengkapnya......

PKL Disapu Bersih

Rabu, Oktober 31, 2007


BANDAR LAMPUNG (Lampost): Pemkot Bandar Lampung akhirnya menggusur PKL Pasar Bambu Kuning. Meskipun diwarnai bentrok massa PKL dengan aparat, penggusuran kios dan lapak kemarin (30-10) berlangsung lancar.


Eksekusi berlangsung mulai pukul 07.30. Lapak dan kios yang digusur sekitar 900 unit, tersebar di Jalan Batusangkar, Jalan Bukit Tinggi, Pasar Pasir Gintung, dan SMEP.
Penggusuran dimulai di Jalan Bukit Tinggi. Saat memasuki kawasan itu, Tim Penertiban yang dikawal aparat kepolisian dan TNI diadang seratusan PKL yang membentangkan spanduk berisi penolakan. Karena PKL tidak juga beranjak dari tempat berdemo, tim akhirnya menurunkan ekskavator.

Para pedagang mencoba menahan alat berat itu dengan memasang badan di jalan. Polisi Pamong Praja (Pol. PP) dan aparat Poltabes meminta PKL memberi jalan. Namun, mereka terus bertahan.

Aksi pukul pun tak terelakan. Massa PKL melempar beberapa batang kayu dan batu.
Karena petugas terus merangsek hingga pedagang akhirnya tak bisa menahan petugas penertiban merobohkan kios-kios mereka. PKL Bambu Kuning hanya pasrah melihat ekskavator menggusur tempat usaha mereka. Tangis dan umpatan pedagang tidak membuat petugas menghentikan aksinya.

"Wali Kota memang tidak memiliki hati nurani. Kami digusur tanpa ada solusi. Kami mengutuk penggusuran ini. Kami ini hanya mencari makan, bukan kekayaan," kata Ketua Aliansi PKL Tanjungkarang Agus Pranata Siregar.

Sekitar pukul 15.00, seluruh bangunan kios yang umumnya terbuat dari papan dan pelat besi rata dengan tanah.

Bambu Kuning Lumpuh
Penggusuran kemarin membuat aktivitas bisnis di Bambu Kuning dan sekitarnya lumpuh. Kerugian atas kebijakan Pemkot menegakkan Perda 8/2000 tentang Ketertiban, Keindahan, Kenyamanan, Keamanan, dan, Keapikan Bandar Lampung itu lebih Rp3 miliar.
Menurut Ketua Umum Perhimpunan PKL Bambu Kuning Zulkarnain, di lingkar utama Plaza Bambu Kuning terdapat 430 PKL. Jika jumlah itu dikalikan biaya pembuatan tempat usaha Rp2,5 juta, kerugian PKL Rp1,075 miliar. Sementara itu, jumlah kios di Jalan Batusangkar dan Jalan Bukit Tinggi lebih 450 unit, dengan total kerugian lebih dari Rp1,12 miliar. "Kerugian kami itu tidak termasuk jual-beli kami yang terhenti total," kata Zulkarnain.

Dalam satu sampai dua minggu ini, Zulkarnain memperkirakan PKL tidak bisa berusaha. "Ini merusak perekonomian kami. Pemkot tidak memikirkan sertifikat tanah yang sudah tergadai di bank untuk modal usaha atas rekomendasi Dinas Pasar. Hidup kami semua hancur. Apa kami harus meminta makan pada Wali Kota," ujarnya.

Lebih sedih lagi, Bariah (55), PKL di Jalan Bukit Tinggi. Dengan berdagang saja dia sulit mencukupi makan anak-anaknya, apalagi setelah lapaknya digusur.
"Sekarang tempat usaha kami hancur. Jangan waktu pilkada saja dia (Eddy Sutrisno) jalan kaki meminta dukungan pada kami, sekarang menghancurkan hidup kami. Dasar Wali Kota tidak punya nurani," kata Bariah.

Nurdin (38), yang sehari sebelumnya sudah membawa pulang barang dagangan, tidak tahu lagi harus berbuat apa. Empat lapak dan kios dia dan keluarganya rata dengan tanah.
Wakil Wali Kota Bandar Lampung Kherlani menyatakan siap menanggung risiko atas penggusuran tersebut. "Saya siap tidak populer. Ini kami lakukan demi meningkatkan derajat hidup PKL itu sendiri. Pemkot telah menyiapkan tempat yang lebih layak dan aman," kata Kherlani.

Sumber : Lampung Post

Selengkapnya......

Kronologi Penggusuran

Jumat (26-10): Asisten II Pemkot Bandar Lampung Prayitno memastikan penggusuran kios dan lapak PKL Bambu Kuning pada hari Selasa (30-10).


Sabtu (27-10): Ketua Aliansi PKL Tanjungkarang, Agus Pranata Siregar memastikan sekitar 1.500 PKL dan keluarganya akan melakukan demo ke Kantor Wali Kota Bandar Lampung.

Senin (29-10): PKL demo sekitar pukul 9.00. Namun, aksi mereka terhenti di Jalan dr. Susilo dan tidak bisa menemui Wali Kota dan pejabat daerah lain guna menyampaikan aspirasi penolakan penataan PKL. Sekitar pukul 14.00, setelah mendapat informasi kepastian penggusuran hari Selasa (30-10), seluruh PKL mengosongkan lapak dan kios dan membawa pulang barang dagangan ke rumah masing-masing. Kegiatan itu berlangsung sampai kemarin subuh. Bahkan, ada PKL yang menginap di kios dan lapak.

Selasa (30-10):
  • Sekitar pukul 06.00, PKL menyiapkan diri mengadang Tim Penertiban yang dikawal sekitar 400 aparat TNI/Polri yang akan melakukan penggusuran.
  • Saat yang bersamaan, Tim Penertiban PKL menggelar apel kesiapan penggusuran di halaman Kantor Wali Kota Bandar Lampung.
  • Sekitar pukul 07.30, Tim Penertiban tiba di lokasi dan PKL melakukan orasi penolakan dan mengadang tim penertiban yang membawa alat berat.
  • Pukul 07.35, Dinas Pasar mengumumkan agar PKL segera meninggalkan kios dan lapak, karena akan segera dibongkar. Tim Penertiban memberikan waktu 15 menit.
  • Pukul 07.50, tukang yang dipersiapan untuk membongkar kios melakukan aksinya. Namun, mendapat tentangan dari PKL.
  • Pukul 08.00, Tim Penertiban menurunkan ekskavator guna menggusur lapak di Jalan Bukit Tinggi dan Jalan Batusangkar. Sekalipun PKL coba menghalangi, usaha mereka sia-sia. Eksavator dengan leluasa menghancurkan kios-kios PKL. Sempat terjadi aksi dorong dan saling pukul antara PKL dan aparat keamanan.
  • Sekitar pukul 10.20, pembongkaran kios sempat terhenti, karena eksavator mengalami kerusakan mesin.
  • Sekitar pukul 10.50, eksavator bantuan datang, dan secara bersama-sama melakukan penggusuran di lingkar cincin Plaza Bambu Kuning. Pembongkaran kios dan lapak PKL di lingkar cincin Bambu Kuning, PKL hanya pasra menyaksikan semua bangunan yang dirobohkan.Sekitar pukul 15.00, seluruh kios dan lapak sudah rata dengan tanah.

Sumber : Lampung Post

Selengkapnya......

Penertiban PKL di Bukit Tinggi Air Mata tak Hentikan Penggusuran

BANDAR LAMPUNG--Mendung disertai gerimis pagi makin menambah kepiluan hati Mainar (60), seorang pedagang kaki lima (PKL) di Jalan Bukit Tinggi, Tanjungkarang Pusat. Bagaimana tidak, kios pakaian yang menjadi gantungan hidup dia dan anaknya hancur dihantam ekskavator yang dibawa Tim Penertiban PKL.


"Mereka (Pemkot) benar-benar tidak memiliki hati nurani. Apa yang menjadi harapan saya dan anak-anak saya untuk hidup ke depan. Sedangkan saya mengurusi tiga anak yatim yang masih membutuhkan biaya banyak," kata Mainar, sambil menyeka air matanya.
Namun apa daya, isak tangis Mainar dan jeritan ratusan PKL tidak sedikit pun membuat Tim Penertiban PKL yang dikawal sekitar 400 aparat keamanan iba dan menghentikan pemnggusuran kios dan lapak PKL.

Bahkan, aksi pasang badan dan blokade menggunakan papan sisa pembongkaran kios tidak mampu menghalangi laju roda baja dari alat berat yang digunakan meluluhlantakan bangunan semipermanen tersebut.

"Ingat Pak Eddy (Wali Kota Bandar Lampung). Saat kampanye menjadi wali kota, dia meminta dan memohon PKL memilihnya. Setelah terpilih, apa yang dilakukan Wali Kota terhadap kami. Kami justru dihancurkan dengan cara yang tidak berperikemanusiaan," kata Bariah (55), PKL lain.

Gerimis pun terus menemani hujan air mata dari ratusan PKL dan keluarganya menyaksikan puing-puing kehancuran kios yang akan membawa kehancuran hidup mereka. Sementara itu, bego (alat penyodok) dari ekskavator terus merampas hak-hak masyarakat kecil yang mencoba berlindung dari belas kasih penguasa.

Terbayang sudah masa depan suram bagi PKL dan keluarganya. Keberadaan mereka yang selama ini dilegalkan Pemkot Bandar Lampung dengan menarik retribusi salar, seakan telah menjadi pendatang haram yang harus disingkirkan.

Perjuangan PKL yang seakan tiada lelah, kini harus menjadi sia-sia. Apa daya, kekuasaan lebih memiliki power daripada warga sekalipun mendapat dukungan LSM dan organisasi peduli kemiskinan.

"Ini kami lakukan demi kepentingan masyarakat yang lebih luas. Sebagai ibu kota provinsi, apa salah kalau kami melakukan penataan PKL," kata Wali Kota Bandar Lampung Eddy Sutrisno,

Menurut Eddy, penataan dan relokasi PKL bukan serta-merta muncul tanpa ada perencanaan. Bahkan, pihaknya sudah memberitahukan sejak dua tahun lalu dan sudah dilakukan sosialisasi.

"Kami pun telah memberikan tempat yang lebih layak bagi PKL. Penataan yang kami lakukan demi meningkatkan kesejahteraan PKL itu sendiri," kata dia.
Sedangkan bagi Zulkarnain, Ketua Umum PKL Bambu Kuning, gerimis pagi, Selasa (30-10), sekitar pukul 07.30, adalah awal penderitaan lebih dari 900 PKL Bambu Kuning dan sekitarnya. Sebab, dipastikan dalam beberapa hari ini, PKL tidak mampu memenuhi kebutuhan hidup, baik makan dan sekolah anak-anak mereka.

Belum lagi, memikirkan sertifikat tanah yang sudah tergadai di bank untuk modal usaha atas rekomendasi Dinas Pasar. "Hidup kami semua hancur. Apa kami harus meminta makan kepada Wali Kota. Siapa yang kami percaya lagi, kalau bukan pejabat-pejabat Pemkot yang sama sekali tidak mendengarkan jeritan kami," kata dia.

Sumber : Lampung Post

Selengkapnya......

Janji Komisi D Hanya Omong Besar

BANDAR LAMPUNG (Lampost): Tekad anggota Komisi D DPRD Bandar Lampung siap pasang badan menghadapi penggusuran Tim Penertiban Pedagang Kaki Lima (PKL) dinilai para pedagang hanya omong besar. Buktinya, penggusuran tak bisa dihentikan.


Satu-satunya anggota Komisi D yang hadir menyaksikan penggusuran yang cukup menyayat hati itu hanya Kasman dari Fraksi PDI Perjuangan. Anggota lainnya mengaku sedang tidak di Bandar Lampung karena berbagai urusan partai dan kerja.

Yang terlihat siap pasang badan menghadapi ekskavator yang digunakan untuk menghancurkan kios dan lapak PKL malah Direktur Eksekutif Lembaga Advokasi Perempuan Damar S.N. Laila dan beberapa koordinator PKL yang rela terlindas roda baja alat berat itu, demi membela pedagang.

"Kalian benar-benar tidak memiliki hati nurani. Kalian hanya mampu melawan rakyat kecil yang tidak berdosa. Gilas saya. Saya tidak takut dengan semua ini. Hei, berhenti melakukan penggusuran," kata S.N. Laila sambil mengeluarkan kata-kata umpatan lainnya.

Anggota Komisi D, Kasman, yang ditemui di lokasi penggusuran hanya terlihat pasrah dengan kenyataan yang ada. Menurut Kasman, pihaknya sudah meminta Pemkot tidak melakukan penggusuran sebelum ada solusi bagi PKL.

"Teman-teman yang lain tidak berada di tempat. Saya pun tidak bisa berbuat apa-apa. Padahal, kami telah meminta Pemkot menunda penataan yang dilakukan demi kepentingan semua pihak. Tapi, yang terjadi justru penggusuran," kata Kasman.

Wakil Ketua Komisi D DPRD Bandar Lampung Heri Mulyadi sedang melaksanakan tugas partai ke salah satu daerah yang sedang melaksanakan pilkada. Selviana Nurdin, anggota lainnya, tengah kunjungan kerja ke Bandung untuk studi banding penyusunan perda. Anggota lainnya, K.H. Nazir Hasan, yang dihubungi kemarin, mengatakan apa yang dilakukan Pemkot terhadap PKL adalah perbuatan yang tidak berperikemanusiaan. Wali Kota telah melanggar komitmen dengan melakukan penggusuran terhadap PKL.

"Ini adalah awal kehancuran bagi Pemkot sendiri dalam melaksanakan pemerintahannya. Kebijakan yang dilaksanakan tanpa aturan yang sudah disepakati bersama," kata Nazir Hasan.

PKL yang hanya merupakan rakyat kecil tidak berdaya, kata Nazir, terbukti tidak bisa berbuat apa-apa dan tidak melawan. "Apa yang dilakukan Pemkot sangat bertolak belakang dengan pengembangan ekonomi kerakyatan. Justru PKL yang merupakan usaha kecil dibumihanguskan, tanpa belas kasihan," kata Nazir.

Oleh karena itu, Nazir menambahkan, besok (hari ini, Red), Komisi D akan memanggil Wali Kota dan Wakil Wali Kota untuk menjelaskan dasar penertiban PKL dengan cara penggusuran. "Kami tidak akan memanggil Dinas Pasar lagi untuk melakukan hearing. Kami akan langsung memanggil Wali Kota dan Wakil menjelaskan persoalan ini," kata politisi PKS itu.

Sumber : Lampung Post

Selengkapnya......

Tajuk : Penggusuran PKL

HARI Selasa tanggal 30 Oktober boleh jadi hari kelabu bagi pedagang kaki lima. Ratusan lapak dan kios di sekitar Pasar Bambu Kuning digusur karena dinilai mengganggu Perda No. 8/2000 tentang Ketertiban, Keindahan, Kenyamanan, dan Keamanan Kota Bandar Lampung.


Setelah penggusuran itu, mereka--paling tidak dalam beberapa hari ke depan--barangkali mengalami kesulitan untuk sekadar memenuhi kebutuhan perut anggota keluarganya. Itulah salah satu mengapa para pedagang kaki lima (PKL) selalu menolak untuk ditertibkan (baca: digusur).

Namun, di sisi lain, pemerintah yang mempunyai tugas antara lain melaksanakan pembangunan di berbagai bidang, termasuk kebersihan dan keindahan, menginginkan suasana kota yang bersih, rapi, nyaman, dan indah.

Dua kepentingan itu, sebaiknya tidak kita tanggapi secara emosional. Kita coba dudukkan perkaranya dan sekurang-kurangnya kita tunjukkan semangat dan arah solusinya.

Sekilas tampak kehadiran lapak PKL ikut dipicu oleh munculnya kompleks-kompleks pertokoan besar. Bahkan, model warung kaki lima pun tumbuh di sekitar kompleks kantor-kantor mewah dan modern. Hal itu menunjukkan, lapak dan warung itu memenuhi kebutuhan masyarakat. Seberapa jauh pernah dipertimbangkan dan dipikirkan, apakah sejalan atau paralel jika pedagang kaki lima, lapak, dan warung eceran ditertibkan, sementara itu kompleks pertokoan modern alias mal-mal terus dibangun di setiap sudut kota.

Sebagai bagian dari reformasi politik, ekonomi, hukum, budaya, dan kemasyarakatan, pernahkah kita pikirkan secara strategis dan secara komprehensif bagaimana selanjutnya kita akan membangun ekonomi bangsa. Dibiarkan seturut dinamikanya ekonomi pasar atau tetap diberi semangat dan arah yang mengacu kepada tujuan Indonesia merdeka. Seberapa jauh dengan sadar dan sengaja kita berikan perhatian bahkan preferensi kepada masyarakat lemah, telantar, dan terbelakang.

Keprihatinan itulah yang melatarbelakangi ulasan di atas. Kita harus kembali kepada jati diri pembangunan Indonesia seperti yang ditegaskan dalam tujuan Indonesia merdeka. Kemakmuran dan kesejahteraan bersama. Keadilan untuk semua warga. Dan itu hanya bisa terselenggara jika kita, pemerintah, dan masyarakat tidak membiarkan ekonomi pasar berjalan sendiri, tetapi diatur dan diarahkan.

Dalam konteks itu amatlah mengganggu rasa keadilan sosial kita setiap kali menyaksikan munculnya kompleks bangunan pertokoan besar dan hampir setiap kali disertai dikejar-kejarnya warung dan toko warga biasa.

Oleh karena itu, Pemerintah Kota Bandar Lampung harus memindahkan para PKL tersebut ke tempat yang mudah dijangkau masyarakat dan tempat yang layak. Jika selama ini enggannya PKL dipindah ke lantai II Pasar Bambu Kuning karena alasan bangunan tidak aman buat keselamatan orang, pemerintah masti mencarikan tempat lain. Kita berharap, para PKL tidak dibiarkan terlalu lama menanggung beban ekonomi keluarga yang kian hari semakin mengimpit karena harga barang yang terus melangit.

Pemerintah juga harus bertindak tegas untuk tidak lagi mengeluarkan izin pembangunan pertokoan besar dan pertokoan modern yang kini sudah masuk pinggiran kota dan mengancam keberadaan pedagang eceran di warung-warung kecil. Paling tidak kita mulai dengan kesadaran dan rasa tanggung jawab.

Sumber : Lampung Post

Selengkapnya......