Penertiban PKL di Bukit Tinggi Air Mata tak Hentikan Penggusuran

Rabu, Oktober 31, 2007

BANDAR LAMPUNG--Mendung disertai gerimis pagi makin menambah kepiluan hati Mainar (60), seorang pedagang kaki lima (PKL) di Jalan Bukit Tinggi, Tanjungkarang Pusat. Bagaimana tidak, kios pakaian yang menjadi gantungan hidup dia dan anaknya hancur dihantam ekskavator yang dibawa Tim Penertiban PKL.


"Mereka (Pemkot) benar-benar tidak memiliki hati nurani. Apa yang menjadi harapan saya dan anak-anak saya untuk hidup ke depan. Sedangkan saya mengurusi tiga anak yatim yang masih membutuhkan biaya banyak," kata Mainar, sambil menyeka air matanya.
Namun apa daya, isak tangis Mainar dan jeritan ratusan PKL tidak sedikit pun membuat Tim Penertiban PKL yang dikawal sekitar 400 aparat keamanan iba dan menghentikan pemnggusuran kios dan lapak PKL.

Bahkan, aksi pasang badan dan blokade menggunakan papan sisa pembongkaran kios tidak mampu menghalangi laju roda baja dari alat berat yang digunakan meluluhlantakan bangunan semipermanen tersebut.

"Ingat Pak Eddy (Wali Kota Bandar Lampung). Saat kampanye menjadi wali kota, dia meminta dan memohon PKL memilihnya. Setelah terpilih, apa yang dilakukan Wali Kota terhadap kami. Kami justru dihancurkan dengan cara yang tidak berperikemanusiaan," kata Bariah (55), PKL lain.

Gerimis pun terus menemani hujan air mata dari ratusan PKL dan keluarganya menyaksikan puing-puing kehancuran kios yang akan membawa kehancuran hidup mereka. Sementara itu, bego (alat penyodok) dari ekskavator terus merampas hak-hak masyarakat kecil yang mencoba berlindung dari belas kasih penguasa.

Terbayang sudah masa depan suram bagi PKL dan keluarganya. Keberadaan mereka yang selama ini dilegalkan Pemkot Bandar Lampung dengan menarik retribusi salar, seakan telah menjadi pendatang haram yang harus disingkirkan.

Perjuangan PKL yang seakan tiada lelah, kini harus menjadi sia-sia. Apa daya, kekuasaan lebih memiliki power daripada warga sekalipun mendapat dukungan LSM dan organisasi peduli kemiskinan.

"Ini kami lakukan demi kepentingan masyarakat yang lebih luas. Sebagai ibu kota provinsi, apa salah kalau kami melakukan penataan PKL," kata Wali Kota Bandar Lampung Eddy Sutrisno,

Menurut Eddy, penataan dan relokasi PKL bukan serta-merta muncul tanpa ada perencanaan. Bahkan, pihaknya sudah memberitahukan sejak dua tahun lalu dan sudah dilakukan sosialisasi.

"Kami pun telah memberikan tempat yang lebih layak bagi PKL. Penataan yang kami lakukan demi meningkatkan kesejahteraan PKL itu sendiri," kata dia.
Sedangkan bagi Zulkarnain, Ketua Umum PKL Bambu Kuning, gerimis pagi, Selasa (30-10), sekitar pukul 07.30, adalah awal penderitaan lebih dari 900 PKL Bambu Kuning dan sekitarnya. Sebab, dipastikan dalam beberapa hari ini, PKL tidak mampu memenuhi kebutuhan hidup, baik makan dan sekolah anak-anak mereka.

Belum lagi, memikirkan sertifikat tanah yang sudah tergadai di bank untuk modal usaha atas rekomendasi Dinas Pasar. "Hidup kami semua hancur. Apa kami harus meminta makan kepada Wali Kota. Siapa yang kami percaya lagi, kalau bukan pejabat-pejabat Pemkot yang sama sekali tidak mendengarkan jeritan kami," kata dia.

Sumber : Lampung Post

Tidak ada komentar: