Mengenang 30 Hari Digusur PKL Gelar Renungan

Sabtu, Desember 01, 2007

BANDAR LAMPUNG (Lampost): Aliansi Rakyat Tolak Penggusuran (Arak Topeng) menggelar malam renungan mengenang 30 hari pascapenggusuran pedagang kaki lima (PKL) di Pasar Bambu Kuning, Bandar Lampung, Jumat (30-11).


Malam renungan itu diisi aksi teaterikal, puisi, pemutaran film, dan pidato politik itu diikuti 200-an PKL tergusur.

Arak Topeng merupakan gabungan dari pedagang kaki lima (PKL) Lampung dan beberapa lembaga nonpemerintah antara lain Forum Komunikasi Masyarakat Gunung Sari Bersatu, Barisan Pemuda Indonesia Lampung, Konsorsium Pembaharuan Agraria Lampung, Aliansi Gerakan Reforma Agraria Lampung, Lembaga Advokasi Anak, Lembaga Advokasi Perempuan Damar, Aliansi Buruh Menguat Lampung, Komite Anti-Korupsi Lampung, dan Serikat Petani Lampung.

Malam renungan mengenang 30 hari penggusuran ini mengingatkan persoalan PKL di Bandar Lampung yang hingga kini tidak ada penyelesaian. Hal ini juga digambarkan aksi teaterikal dari Teater Satu yang memperlihatkan drama penggusuran PKL satu bulan lalu.

Aksi yang dibawakan apik para pelajar di Bandar Lampung tersebut mampu menyedot perhatian hadirin. Peristiwa penggusuran yang mengakibatkan hilangnya mata pencarian ratusan PKL akibat kebijakan penguasa digambarkan melalui seorang anak yang mencari ibunya pascapenggusuran.

Melalui aksi ini, perwakilan Arak Topeng, Muhammad Fadilla meminta Pemerintah Kota Bandar Lampung memberikan jaminan yang layak bagi PKL. Arak Topeng juga menolak penggusuran tanpa ada solusi yang tepat.

Seta meminta seluruh elemen masyarakat untuk bersama-sama menolak segala bentuk kebijakan Pemerintah Kota yang mengarah pada proses kemiskinan.

Dalam pidatonya, Agus Pranata Siregar, mengatakan penggusuran PKL pada tanggal 30 Oktober lalu, dimaksudkan Pemerintah Kota akan meraih penghargaan Adipura, tapi hal itu tidaklah mampu mengatasi kemiskinan akibat hilangnya mata pencaharian PKL akibat penggusuran. "Apalah gunanya penghargaan Adipura jika tidak bisa menyejahterakan masyarakatnya," ujar Agus.

Penggusuran yang dilakukan Pemerintah Kota Bandar Lampung hanyalah mempersolek diri, tanpa menelaah kebutuhan masyarakatnya. Ini menjadi pelanggaran hak asasi manusia yang tidak berperikemanusiaan.

Selain aksi teaterikal, malam renungan pascapenggusuran PKL juga diisi musikalisasi puisi dan pembacaan puisi. Acara juga diisi pemutaran film berbagai aksi yang dilakukan PKL pascapenggusuran.

Perjuangan yang dilakukan PKL untuk mendapatkan jaminan layak dari pemerintah. Acara berlangsung sekitar tiga jam, sejak pukul 19.30 tersebut ditutup dengan renungan dan doa bersama yang dipimpin Ustaz Ahmad Jajuli.

Sumber : Lampung Post

Tidak ada komentar: