Nasib PKL : Sulitnya Cari Makan di Lumbung Padi

Senin, April 09, 2007

BANDAR LAMPUNG--Tanggal 16 April 2007 sebentar lagi. Pada tanggal tersebut, Pemerintah Kota Bandar Lampung memindahkan pedagang kaki lima ke lantai II dan III Pasar Bambukuning. Pertanyaannya, akankah relokasi itu berjalan mulus?


Pasar Bambukuning merupakan salah satu pasar tertua di Bandar Lampung, setelah Pasar Bawah (Ramayana) dan Pasar Cimeng (Telukbetung). Pasar tradisional asli orang pribumi itu, kini, sudah kehilangan roh sejak kaum berduit mengusik ketenangan pedagang dari lapak kaki lima. Sejarah mencatat, pasar yang pernah menjadi kebanggaan masyarakat Lampung ini, mulai ramai pada tahun 1963.

Masyarakat Jawa dan Sumatera berbaur mencari penghidupan dengan berjualan. Bedanya, masyarakat Jawa lebih pada usaha perdagangan hasil bumi dan sayur mayur, sedangkan masyarakat Sumatera berjualan sandang. Kalaupun ada keturunan Tionghoa dan India yang mendiami Bambukuning tempo dulu, mereka berjualan emas dan hasil bumi seperti tembakau dan cengkih.

Ke mana masa keemasan Bambukuning tempo dulu? Sejarah pula mencatat, tahun 1974, Pasar Bambukuning pertama kali direnovasi. Waktu itu, tidak lebih dari 257 pedagang toko dan 150-an PKL mendiami kawasan ini. Setelah direnovasi, seluruh pedagang toko dan PKL tetap eksis menunjukan jati diri sebagai pembangun perekonomian di Bandar Lampung.

Namun, pada tahun 1986, Bambukuning kembali direnovasi. Sayangnya, sejak itu pula keberadaan PKL seakan diharamkan. Jangankan PKL sebagai pedagang bermodal kecil, 97 pedagang toko pun harus berjuang menuntut hak mereka bisa berusaha lagi.
Setelah melalui perjuangan yang tak kenal lelah, hanya 46 pedagang toko yang mendapatkan kembali hak mereka dengan menempati kios pengganti yang berdiri di atas lahan parkir. Lalu ke mana PKL mencari perlindungan?

Nasib PKL setelah renovasi Pasar Bambukuning tahun 1986 ibarat ayam yang berusaha mencari makan di lumbung padi, selalu terancam.

Di era 1990, PKL harus kucing-kucingan dengan Polisi Pamong Praja (Pol. PP) di bawah kepemimpinan Wali Kota Nurdin Muhayat.

Masa keemasan PKL kembali bersinar sejak tumbangnya rezim Orde Baru berganti masa reformasi. Akibat PHK massal, PKL tumbuh subur bak cendawan di musim hujan. Aksi premanisme, lemahnya pengawasan aparatur, dan ketamakan pejabat mencari untung, membuat PKL seakan terlindungi.

Tak heran, jika saat ini, Jalan Batusangkar dan Jalan Bukittinggi di depan pertokoan Diamon dan halaman Parkir Bambukuning, PKL seakan membuat kusam wajah Kota Bandar Lampung. Pelataran parkir ini mulai tak sedap dipandang mata sejak dibangun kios-kios kecil.

Ketika pasangan Wali Kota dan Wakil Wali Kota Bandar Lampung periode 2005--2010, Eddy Sutrisno dan Kherlani dilantik, slogan ayo bersih-bersih (ABB) mengumandang di seluruh kota. Slogan ini, di satu sisi ingin mengembalikan kejayaan Bandar Lampung sebagai kota terbersih di Indonesia, di pihak lain menjadi hantu menakutkan bagi PKL.

Pada akhirnya, keluarlah ultimatum, pada tanggal 16 April 2007, PKL Bambukuning harus mengosongkan kawasan parkir dan hengkang dari Jalan Bukittinggi dan Batusangkar. Pemkot beralasan, menata dan merelokasi tidak dengan cara menggusur. Lahan di lantai II dan III Bambukuning disiapkan untuk sekitar 900 PKL.

Namun, PKL jangan berharap banyak dapat menempati lantai II Bambukuning. Sebab, semua lapak dan kios telah terisi dengan kewajiban membayar Rp90 juta untuk kios dan Rp1 juta untuk lapak. Sedangkan untuk menempati lantai III, PKL harus waswas kalau-kalau Bambukuning akan menjadi kuburan massal.

Saat Lampung Post mengunjungi lantai III Bambukuning, terasa guncangan seperti gempa. Padahal, waktu itu hanya ada sekitar 30 rombongan anggota Dewan dan sejumlah PKL yang menunjukan kondisi lapak di lantai III.

Dengan jumlah orang sebanyak ini saja sudah terasa guncangannya, apalagi sampai 482 PKL naik ke lantai III ini. Beban tersebut belum ditambah beban tidak bergerak dan jumlah pengunjung yang mau mengunjungi lantai III. "Saya hanya khawatir Bambukuning akan menjadi kuburan massal," kata Nurdin, salah seorang PKL.

Sumber : Lampung Post

Tidak ada komentar: